[Bahasa translation below]

President Jokowi has made another trip to West Papua, treating it as a holiday home whilst the Indonesian military kill and torture us like animals.

In 2014, during Jokowi’s first election, I told BBC Indonesia that, ‘president to president, there is never any change’. Jokowi’s entire presidency has shown the truth of this.

Just after Indonesia gained membership of the UN Human Rights Council, President Widodo gave his inaugural speech. The President made no mention of human rights, no mention of West Papua. Under his watch, West Papua has seen one of its biggest uprisings ever, becoming an international issue – and the President has nothing to say about it. The world can see that the Indonesian elites have no commitment to human rights or to addressing the root causes of the problem in West Papua. There is no humanity in the Indonesian system of governance: it is rotten to the core.

Indonesia was clear that its application to the HRC was made in an attempt to try and stop the West Papua issue from reaching the Council. At the same time, investigative journalists and others revealed that Indonesia has spent hundreds of thousands of dollars spreading hoaxes on Facebook and other social media. Just this week, Indonesia announced a new $200 million chequebook diplomacy fund to try and stop our progress.

We are in a battle of truth against lies. Of justice against injustice. Of David against Goliath. Every move Indonesia makes to stop the progress of the people of West Papua only brings us closer to our liberation.

These are the moves of a desperate opponent, an opponent who is losing politically, morally, diplomatically and legally. All Indonesia has now is propaganda, repression and bribes.

The UN was founded on the principles of human rights – freedom from torture, harassment and intimidation. All 47 members of the UN’s Human Rights Council have a moral duty and responsibility to protect everyone from state-sponsored abuse – you cannot hide from this issue. The UN Charter itself required ‘universal respect for, and observance of, human rights and fundamental freedoms for all’. In West Papua today, massacres, illegitimate arrests and public torture are carried out every day by the Indonesian state.

Just this month, Indonesian police and military have been going to every village in West Papua, forcing people to pledge allegiance to the Indonesian flag and coercing West Papuans into accepting Indonesia’s bogus ‘development’ programs. Police even went to the village I grew up in, bringing the heads of the district and forcing them at gunpoint to accept new colonial ‘development’ projects. Indonesia’s membership of the Council is based on flagrant hypocrisy. Now Indonesia is on the HRC, the world has a responsibility to act to stop these state-sponsored and state-mandated abuses.

We now have a situation where a member of the UN HRC has been actively blocking the UN High Commissioner on Human Rights from visiting a territory under its rule. A situation where a member of the Council is actively blocking international diplomats from even visiting its occupied territory. If Indonesia wants to be taken seriously as a member of the Council, it must immediately allow the High Commissioner unrestricted access to West Papua to see the reality on the ground. What is Indonesia trying to hide?

We reiterate our just and reasonable demands to the Indonesian President that the people of West Papua be allowed to hold a free and fair referendum on independence, that Indonesia withdraw its troops from West Papua, remove press restrictions in our land, allow the UN High Commissioner to visit, and release all political prisoners immediately. The seven political prisoners who have been kidnapped by the Indonesian occupation forces and dumped in East Kalimantan must be immediately returned to West Papua where they can be monitored and supported by their family and legal counsel.

The further the ULMWP and the people of West Papua take our struggle, the more our opponent reacts in a desperate attempt to defame, sideline and crush us. Indonesia is on the wrong side of history – no amount of repression and lies can stop justice from taking its course. Jokowi, stop using occupied West Papua as a holiday home in the middle of a genocide. We want our freedom, and a referendum on independence. History will judge you, as it has judged your predecessors who committed genocide in East Timor.

Benny Wenda
Chair
ULMWP


Benny Wenda: Presiden Jokowi berlibur ke West Papua di tengah-tengah krisis HAM

Presiden Jokowi baru saja melakukan kunjungan yang kesekian kalinya ke West Papua, menjadikannya seperti suatu tujuan liburan sementara TNI membunuh dan menyiksa kita seperti binatang.

Pada waktu pemilu pertama Jokowi di tahun 2014, saya mengatakan kepada BBC Indonesia bahwa, ‘dari presiden ke presiden tidak pernah membawa perubahan.’ Selama periode pertamanya dan sejauh ini dalam periode keduanya sebagai presiden, Jokowi menunjukkan kebenaran pernyataan saya.

Setelah Indonesia kembali menjadi anggota Dewan HAM PBB, Presiden Jokowi membacakan pidato pelantikannya. Dia tidak mengatakan apapun mengenai HAM atau West Papua. Di bawah pemerintahannya, West Papua mengalami salah satu gejolak terbesar dalam sejarahnya, sampai menjadi persoalan internasional. Namun Presiden Jokowi tidak bisa mengatakan apa-apa mengenai masalah ini. Dunia akhirnya melihat bahwa elit politik Indonesia tidak memiliki komitmen apapun kepada HAM, ataupun keinginan untuk menyelesaikan akar-akar permasalahan di West Papua. Tidak ada rasa perikemanusiaan di dalam sistem pemerintahan Indonesia – ia sudah busuk sampai ke akar-akarnya.

Indonesia jelas-jelas menyatakan bahwa pendaftarannya untuk menjadi anggota Dewan HAM PBB dibuat agar permasalahan West Papua tidak sampai dibahas ke dewan tersebut Pada saat yang sama, jurnalis investigatif dan banyak orang lain menemukan bahwa Indonesia menghabiskan ratusan ribu dolar untuk menyebarkan hoax di Facebook dan sosial media lainnya. Pada minggu ini saja, Indonesia mengumumkan dibentuknya suatu program diplomasi uang sebesar 200 juta dolar untuk menghentikan kemajuan-kemajuan yang sudah berhasil dicapai oleh West Papua di kancah internasional.

Ini adalah pertempuran antara kebenaran melawan kebohongan, keadilan melawan ketidakadilan, David melawan Goliat. Setiap langkah yang diambil Indonesia untuk menghentikan derap langkah maju rakyat West Papua hanya membawa kita semakin dekat ke pintu gerbang kemerdekaan.

Ini adalah jurus-jurus terakhir dari musuh yang semakin tersudut, musuh yang sedang kalah secara politis, moril, diplomatis dan hukum. Yang dimiliki Indonesia sekarang cuma propaganda, represi dan suap.

PBB didirikan di atas prinsip-prinsip HAM – kebebasan dari penyiksaan, penganiayaan dan intimidasi. 47 negara anggota Dewan Ham PBB memiliki kewajiban moral untuk melindungi semua orang dari kekerasan yang disponsori negara – ini tidak bisa ditutup-tutupi. Piagam PBB sendiri mengatakan bahwa anggotanya harus menghormati ‘hak asasi manusia seantero jagad, demikian pula pengejawantahannya serta kebebasan-kebebasan dasar bagi semua.’ Di West Papua masa ini, pembunuhan massal, penangkapan tanpa dasar hukum dan penyiksaan di muka umum dilakukan setiap hari oleh pemerintahan Indonesia.

Bulan ini saja, tentara dan kepolisian Indonesia mendatangi tiap-tiap desa di West Papua untuk memaksa warganya menghormati bendera Indonesia dan mengintimidasi rakyat West Papua agar menerima program-program ‘pembangunan’ gadungan Indonesia. Polisi bahkan masuk ke dalam desa kelahiranku, mengumpulkan kepala-kepala distrik itu dan memaksa mereka, di ujung senapan, untuk menerima program-program ‘pembangunan’ baru yang bergaya kolonial. Keanggotaan Indonesia dalam Dewan HAM PBB adalah kemunafikan yang terbuka. Dengan adanya Indonesia dalam Dewan HAM PBB, dunia harus bertindak untuk menghentikan kekerasan yang disponsori dan didukung oleh pemerintahan Indonesia.

Kehadiran Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB berarti bahwa, ada anggota dewan ini yang sudah secara aktif melarang datangnya Komisioner Tinggi HAM PBB untuk mengunjungi suatu wilayah yang berada di bawah kekuasaannya. Kalau Indonesia ingin dianggap secara serius sebagai anggota Dewan HAM PBB, sudah seharusnya dia memperbolehkan Komisioner Tinggi untuk secara bebas mengunjungi West Papua dan melihat realita di lapangan. Apa yang ingin disembunyikan dan ditutup-tutupi oleh Indonesia?

Kita terus mengulangi permintaan kita yang pantas dan masuk akal kepada Presiden Indonesia: agar rakyat West Papua diperbolehkan untuk menyelenggarakan suatu referendum yang bebas dan adil tentang kemerdekaan, agar Indonesia menarik semua pasukannya dari West Papua, mencabut semua pengekangan terhadap pers di tanah Papua, memperbolehkan datangnya Komisioner Tinggi HAM PBB, dan melepaskan semua tahan politik secepatnya. Tujuh tahanan politik yang diculik oleh pasukan pendudukan Indonesia dan dibuang di Kalimantan Timur harus secepatnya dikembalikan ke West Papua di mana mereka bisa dimonitor dan didukung oleh keluarga dan pengacara mereka.

Semakin kerasnya usaha ULMWP dan rakyat Papua untuk melanjutkan perjuangan kita, semakin keras reaksi musuh kita, yang melancarkan tindakan-tindakan untuk mencemarkan nama baik kita, menyudutkan kita, dan menghancurkan kita. Indonesia ada di sisi sejarah yang salah – penindasan dan kebohongan sebanyak apapun tidak akan bisa menghentikan jalannya keadilan. Jokowi, berhentilah memakai West Papua yang anda jajah sebagai tempat berlibur di tengah terjadinya genosida. Kita mau kebebasan kita, dan referendum untuk kemerdekaan. Sejarah akan menilaimu, sama seperti dia menilai pendahulumu yang melakukan genosida di Timor Leste.

Benny Wenda
Ketua ULMWP